Minggu, 16 Desember 2018

Presiden Jokowi dan 120 Raja akan Hadiri FKMA ASEAN V Sumenep

Bupati saat prosesi Arya Wiraraja
Sumenep, (Media Madura) – Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur, A. Busyro Karim memastikan, 120 raja atau sultan akan menghadiri Festival Keraton dan Masyarakat Adat (FKMA) ASEAN V di Sumenep.
Rencananya, FKMA ASEAN V akan dihadiri 150 raja. Tetapi, berdasarkan laporan hingga Rabu (17/10/2018), baru 120 raja atau sultan yang telah terdaftar, sisanya masih menunggu konfirmasi lebih lanjut.
“Berdasarkan laporan kepada kami (Pemerintah Daerah), ada raja atau sultan dari luar negara ASEAN yang juga sudah mendaftar, di antaranya raja atau sultan dari negara Belgia dan Pakistan,” ujar Busyro.
Menurutnya, para raja atau sultan akan hadir bersama ratusan rombongan kesenian yang akan ditampilkan falam sejumlah rangkaian acara yang akan digelar pada 27-31 Oktober 2018.
“Masyarakat wajib berpartisipasi mensukseskan kegiatan ini dengan menjaga keamanan dan kebersihan lingkungan. Sebab, dari kegiatan ini tentu saja ujung-ujungnya untuk mendukung peningkatan ekonomi masyarakat Sumenep,” tutur Bupati dua periode ini.
Di samping memastikan kehadiran ratusan raja, Busyro juga memastikan kehadiran Presiden RI, Joko Widodo. Diakui, pihaknya sudah mendapat informasi resmi jika Presiden pasti datang ke Kabupaten Sumenep setelah mengikuti acara di Sidoarjo.
“Saya tadi pagi sudah mendapat informasi kepastian Presiden hadir di FKMA, setelah mengikuti acara di Sidoarjo langsung menuju ke Sumenep pada tanggal 28 Oktober 2018,” pungkasnya.
Sedekar informasi, FKMA V di Kabupaten Sumenep akan diselenggarakan sejak tanggal 27 hingga 31 Oktober 2018. Dalam FKMA itu digelar beragam kegiatan diantaranya Kirab Keraton, Prosesi Arya Wiraraja, dan Pameran Benda Pusaka Keraton selama 3 hari.
Kemudian akan dihelat Pembukaan, Pagelaran Seni Budaya Keraton, Seminar Nasional, Musyawarah Madya, Pagelaran Seni Budaya Keraton, Kunjungan ke Asta Tinggi, Tour Pusaka Pusat Keris, Tour Batik Desa Batik Sumenep, Kerapan Sapi, Parade Musik Tong-tong, dan Upacara Hari Jadi.
Reporter: Rosy
Editor: Zainol

Rabu, 24 Oktober 2018

Keren, Kesenian Sintong yang Nyaris Punah Ditampilkan Sambut Jokowi di Ponpes Annuqayah Sumenep






Kedatangan Presiden RI, Joko Widodo di Ponpes Annuqayah Guluk-Guluk disambut tarian kesenian Sintong, Minggu (8/9/2017).
              Sumenep, (Media Madura) – Salah satu kesenian budaya yang berasal dari Kabupaten Sumenep, Sintong ditampilkan saat menyambut kedatangan Presiden RI, Joko Widodo, di Aula Asyarqowi Ponpes Annuqayah Guluk-Guluk, Kabupaten Sumenep, Madura, Jawa Timur, (8/10/2017).
Kesenian Sintong diketahui sebagai salah satu kesenian yang berasal dari kalangan kaum pinggiran Sumenep, yang sangat terkenal pada abad ke-17.
Kesenian Sintong berisi puji-pujian dan  shalawat perdamaian. Selain itu, terdapat penari latar yang ikut mengekpresikan pesan perdamaian itu dengan sejumlah gerakan.
              Para hadirin dan undangan nampak memberikan aplous meriah terhadap kesenian Sintong. Sebagian juga takjub dengan kesenian yang nyaris punah ini ditampilkan kembali.Video lengkapnya dapat dilihat disini.
Reporter: Rosy
Editor: Zainol
Source by: mediamadura.com

Tasawuf Kultural dalam Harmoni Sintong

Oleh Faiqul Khair Al-Kudus*
Minggu, 01 Oct 2017 21:03 | editor : Abdul Basri

SENI DAN RELIGI: Penampilan Tarian Sintong dalam acara perkumpulan rutin di Pacinan, Ambunten, 27 September 2017. (FAIQUL KHAIR AL-KUDUS FOR Radar Madura/JawaPos.com)
Berita Terkait
 
”Seni merupakan hasil keindahan sehingga dapat menggerakkan perasaan indah orang yang melihatnya. Oleh karena itu, perbuatan manusia yang dapat memengaruhi dan dapat menimbulkan perasaan indah itulah seni.” Ki Hadjar Dewantoro
                    SINTONG adalah sebuah kesenian kuno yang berkembang di kalangan kaum pinggiran Sumenep. Banyak yang belum tahu apa itu sintong. Banyak versi tentang cerita asal usul tarian ini.
Sintong terdiri dari alat musik jidor, kendang, toktok (alat musik dari kulit biji siwalan) dan pembaca lirik serta penari. Dari susunan nada pada beberapa fragmen sintong akan berurut dari irama rendah sampai puncak. Kemudian turun lagi sampai penutup salawat.
Selain tangga nada dan bacaan yang magis, kunci-kunci pada tarian sintong penuh dengan sandi-sandi yang hanya dikenal pada tradisi thariqah. Sedangkan bacaan sintong adalah barzanji kitab Syaraful Anam. Menurut cerita, dari ranah Minang hingga Riau, bacaan barzanji masih berkembang hingga saat ini dan menyerupai komposisi sintong Madura.
                    Namun, di daerah Riau ada sebuah kerajaan bernama Sintong. Kerajaan Sintong berada di hulu Sungai Sintong. Kira-kira satu kilometer dari muara Sungai Sintong, anak Sungai Rokan. Tidak banyak catatan tentang kerajaan ini, selain cerita-cerita lisan setempat (folklore).
Ada sebuah situs yang penting dari kerajaan ini. Yaitu, berupa candi yang pernah diteliti tim arkeologi Dinas Budsenipar Riau (catatan sultan Indonesia). Bisa saja, nama Sintong diambil dari salah satu kesenian di kerajaan tersebut.
                     Versi lain menyatakan kesenian sintong dibawa oleh Sunan Muria (penuturan Asmawi). Namun ini belum pasti juga karena dalam kalangan sunan, Muria dikenal dengan sosok yang sangat anti terhadap musik. Yang mendekati Muria dan ikut mengembangkan dan mengombinasikan musik dalam berdakwah adalah Sunan Kudus.
Yang kedua, lebih mungkin, karena keturunan Sunan Kudus justru paling banyak menyebar di Madura, khususnya Sumenep. Salah satunya adalah Syekh Ahmad Baidhowi atau Pangeran Katandur yang dikenal dengan kesenian dan penemuan alat-alat pertanian. Kemudian ada Syekh Ali Barambang yang dikenal dengan dakwah seni dan pengajaran dalam dunia pemerintahan. Tentu saja Pondok Karay dan Prongpong.
Cerita lain, kesenian sintong diambil dan dibawa ke Sumenep oleh seorang penduduk Kampung Prongpong, Desa Kecer, Kecamatan Dasuk, antara abad ke 17–18 M yang menjelajah Aceh, Minang hingga Riau dalam rangka persiapan perang. Setelah pulang ke Prongpong mengajarkan hal itu hingga menjadi tembang rutin yang terus berkembang seperti saman dan sandur.
Berbeda dengan cerita yang dituturkan Asmawi, ada yang menyatakan seni sintong diajarkan terlebih dahulu di Pondok Pesantren Karay Ganding. Namun Karay dan Prongpong masih berada dalam satu ikatan darah yang kehidupan masyarakat serupa, yaitu tasawuf sebagai roh dalam kehidupan sehari-harinya, wallahu a’lam.
                 Bagaimana kemudian tarian sintong menjadi tradisi lelaku rutinitas masyarakat Madura? Ini yang perlu dikaji. Kesenian adalah bentuk ekspresi keindahan dari relung terdalam jiwa manusia. Sedang kemunculannya ditopang budaya, sosio-kultural sekelilingnya.
Membaca seni, dalam hal ini tidak cukup hanya dengan rasio pikiran saja. Harus menggunakan olah rasa dan olah pikir dan kajian historis. Saya masih meyakini semua ini berkait dengan konsep Nusantara kuno yakni Malaka (sarana infrastruktur) meliputi Sumatera hingga Malaysia, Maliki (pemerintahan) meliputi Jawa dan Madura, Maluku (hasil bumi) meliputi Tidore-Ternate hingga Papua yang merupakan segitiga emas sehingga kesenian yang berbau sufistik (tasawuf) berkembang pesat dan hampir saling menyerupai satu sama lain.
Berdasar penuturan Kiai Suhail bin Imam dalam sebuah kesempatan, sintong, ba’garbis (kesenian khas Madura yang lain), dan hadrah dulu hanya sebagai media mengenalkan Tuhan kepada masyarakat. Sebagaimana dilakukan para wali pendahulu. Itu semua karena masyarakat kultur agraris yang tandus dan nelayan dengan pola kehidupan yang keras hanya bisa tergugah untuk mengenal Tuhan dengan tetabuhan atau kesenian. Pendapat ini sangat masuk akal, sebab isi tembang sintong adalah pujian-pujian (pojiyan) dan jerit rintihan hamba kepada Tuhannya.
              Belum lagi kekhasan lagu wajib yang didendangkan. Yakni Lailatul Iqni yang menceritakan Tuhan menurunkan rahmat, menurunkan kekasih pada malam cahaya. Kisah tentang kelahiran anak manusia Nabi Muhammad SAW yang begitu mulia. Hingga tumbuhan yang kering (mati) menjadi hidup, pohon yang tidak pernah berbuah menjadi berbuah. Ini masuk pada harapan dan doa agar kiranya Tuhan menurunkan rahmat tanah yang subur, hasil panen, dan melaut yang melimpah.
Tidak salah jika sintong dikatakan sebagai sebuah thariqah cultural, jalan pencarian manusia menuju Tuhannya. Dalam sebuah lirik akhir sebelum salawat penutup, terdapat lirik syair sintong... wang awang sittong yang artinya menurut pelaku adalah bagaimana dirimu menyatu dengan yang satu alias manunggaling kawulo lan gusti sebagaimana di kalangan wali diajarkan Sunan Kudus dan Raden Abdul Jalil atau Syekh Siti Jenar.

              Ini jelas hanya kalangan tasawuf yang menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Gerakan-gerakan yang ada pun menyerupai gerak thariqah sammaniyah, rifa’iyah, dan qadariyah wan naqsyabandiyah. Jadi, jika dikaji lebih dalam, sintong adalah sebuah bentuk akulturasi thariqah dan budaya lokal sebagai sebuah ekspresi tasawuf kultural, namun tidak menjadi muktabarah (tidak dikenal atau umum) karena pengemasannya sudah menjadi sebuah ekspresi kesenian. Salam.
*)Pemuda Pemerhati Sintong
Source by: https://radarmadura.jawapos.com

Tari Muang Sangkal Tarian Tradisional Dari Madura, Jawa Timur



Tarian satu ini merupakan salah satu tarian tradisional yang terkenal dari Madura, Jawa Timur. Namanya adalah Tari Muang Sangkal.
Apakah Tari Muang Sangkal itu?

Tari Muang Sangkal adalah salah satu tarian tradisional masyarakat Madura yang dilakukan untuk ritual tolak bala atau menjauhkan dari mara bahaya. Tarian ini sering ditampilkan di berbagai acara seperti penyambutan tamu besar dan berbagai acara adat lainnya. Tari Muang Sangkal ini merupakan tarian tradisional yang sangat terkenal dan menjadi salah satu icon seni tradisional dari Madura, Jawa Timur.
Sejarah Tari Muang Sangkal
Tari Muang Sangkal ini diciptakan oleh seorang seniman asal Sumenep, Madura, Jawa Timur bernama taufikurrachman. Tarian ini diciptakan sebagai rasa kepedulian para seniman terhadap kekayaan yang dimiliki oleh Madura yang sarat akan karya dan keunikan didalamnya. Selain itu juga mengangkat kembali sejarah kehidupan Keraton Sumenep pada jaman dahulu.
Nama Tari Muang Sangkal sendiri diambil dari kata “Muang” dan “Sangkal”. Kata “muang“ berarti membuang, sedangkan kata “sangkal” sendiri berarti kegelapan atau sesuatu yang berhubungan dengan santapan setan atau jin (pada ajaran agama hindu jaman dahulu). Namun kata sangkal bagi masyarakat Sumenep sediri bisa diartikan seperti penolakan atau karma, contohnya apa bila orang tua memiliki anak perempuan dan dilamar oleh seorang pria maka tidak boleh ditolak karena membuat anak perempuan tersebut menjadi sangkal atau tidak laku selamanya. Jadi tarian ini bisa diartikan membuang malapetaka.
Fungsi Tari Muang Sangkal
Bagi masyarakat Madura, Tari Muang Sangkal ini dianggap dapat menjauhkan dari bahaya atau buang sial. Menurut fungsinya, tarian ini sering ditampilkan dalam berbagai acara seperti acara adat, pernikahan dan juga penyambutan tamu besar yang datang ke sana.
Pertunjukan Tari Muang Sangkal
Dalam pertunjukan Tari Muang Sangkal ini dilakukan oleh para penari wanita. Jumlah penari yang ditampilkan harus ganjil, bisa satu, tiga, lima dan seterusnya. Selain itu karena merupakan tarian yang terbilang sakral, penari yang ditampilkan harus dalam kondisi suci atau datang bulan.
Dalam pertunjukannya, diawali dengan gerakan yang cepat, penari berjalan beriringan menuju panggung. Setalah itu dilanjutkan dengan gerakan yang lebih halus, penari menari sambil membawa cemong atau mangkuk kuningan yang berisi kembang beraneka macam dan menaburkannya dengan gerakan yang lembut dan indah. Gerakan tersebut tentunya diselaraskan dengan musik pengiring.
Music Pengiring Tari Muang Sangkal
Dalam pertunjukan Tari Muang Sangkal ini diiringi oleh Musik Gamelan khas Keraton. Gendhing yang digunakan untuk mengiringi Tari Muang Sangkal ini diantaranya seperti gendhing sampak, gendhing oramba’ – orambe’ dan gendhing lainnya.
Kostum Tari Muang Sangkal
Busana yang digunakan pada Tari Muang Sangkal ini merupakan busana pengantin legha khas Sumenep, dengan perpaduan warna khas yaitu merah, kuning dan hitam. Pada bagian atas, penari menggunakan kemben berwarna hitam dan kain penutup dada yang dikalungkan di leher. Sedangkan pada bagian bawah menggunakan kain panjang di dalam dan diluar menggunakan beberapa kain tambahan berwarna merah dan kuning sebagai pemanis. Pada bagian kepala menggunakan mahkota dengan berbagai hiasan bunga – bunga. Selain itu juga terdapat beberapa aksesoris tambahan seperti sabuk, gelang dan cunduk. Untuk property yang digunakan saat menari diantaranya seperti sampur dan cemong.
Perkembangan Tari Muang Sangkal
Dalam perkembangannya, Tari Muang Sangkal ini masih terus dilestarikan dan masih tetap hidup sampai sekarang. Selain karna fungsinya, kecintaan masyarakat akan budaya warisan nenek moyang sangat mempengaruhi keberadaan Tari Muang Sangkal ini. Dalam perkembangannya, tarian ini masih tetap ditampilkan dalam berbagai acara disana seperti acara adat dan penyambutan tamu besar. Selain itu tarian ini juga sering ditampilkan di berbagai acara festival budaya, baik di daerah maupun luar daerah. Hal ini dilakukan sebagai upaya pelestarian dan memperkenalkan kepada masyarakat luas akan Tari Muang Sangkal ini.
Cukup sekian pengenalan tentang “Tari Muang Sangkal TarianTradisional Dari Madura, Jawa Timur”. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan anda tentang kesenian tradisional di Indonesia.
Source by: www.negerikuindonesia.com

Presiden Jokowi dan 120 Raja akan Hadiri FKMA ASEAN V Sumenep

Bupati saat prosesi Arya Wiraraja Sumenep, (Media Madura) – Bupati Sumenep, Madura, Jawa Timur, A. Busy...